“Adaik basandi sarah, sarah basandi kitabullah, anak dipangku kemenakan dijinjing”
Menurut
ceritera lama Minangkabau, Bundo Kanduang adalah nama seorang tokoh
wanita yang telah melahirkan raja-raja di Minangkabau, berkedudukan di
Istana Pagaruyung. Dalam perkembangannya, Bundo Kanduang yang berarti
Ibu Sejati yang memiliki sifat-sifat keibuan dan kepemimpinan.
Menurut adat Minangkabau ibu adalah garis turunan yang disebut
“
matrilineal “. Hal ini mengandung makna agar manusia yang dilahirkan
oleh kaum ibu, menghormati dan memuliakan ibu.. Kedudukan wanita
mendapat tempat yang sangat mulia dan dihormati, dilihat dari adat
istiadat Minangkabau yang diperlakukan kepada wanita antar lain: jika
seorang ibu bersuku Piliang, maka anak yang dilahirkan baik laki-laki
maupun perempuan harus bersuku Paliang, sesuai dengan suku ibunya.
Demikian pula jika seorang ibu bersuku jambak atau Caniago dan lainnya ,
anak-anaknya harus bersuku sama dengan suku ibunya.
Seorang ibu akan lebih banyak menentukan watak manusia yang dilahirkan seperti pepatah:
Kalau karuah aie di hulu
Karuah juo sampai kamuaro
Kalau kuriak induaknya, rintiak pulo anaknyo
Cucuran atok jatuh ka pelimbahan
Sesuai
dengan kedudukan dan peranannya, rumah tempat tinggal diutamakan untuk
wanita, bukan laki-laki. Seorang bapak selalu mempunyai cita-cita untuk
membuatkan rumah tempat tinggal anaknya yang perempuan, bukan untuk
anaknya yang laki-laki. Bahkan menurut adat Minangkabau, sudah merupakan
kewajiban yang harus dipenuhi. Hal ini sangat mempengaruhi sistem
perkawinan di Minangkabau, dimana setiap terjadi perkawinan si laki-laki
menetap di rumah perempuan, sebaliknya apabila terjadi perceraian,
laki-laki yang pergi dari rumah, perempuan tetap tinggal.
Sawah
dan ladang merupakan sumber ekonomi, pemanfaatannya diutamakan untuk
keperluan wanita karena wanita lebih lemah dibanding laki-laki.
Sebaliknya kaum laki-laki Minangkabau diberi tugas mengurus dan
mengawasi sawah ladang untuk kepentingan bersama karena laki-laki
menjadi tulang punggung bagi wanita, namun tidak berarti bahwa kaum
laki-laki tidak dapat menikmati hasil atau mendapat manfaatnya sama
sekali.
Sesuai dengan sifatnya wanita yang pandai berhemat dan
pandai mengatur ekonomi, maka yang menyimpan hasil sawah ladang
dipercayakan kepada wanita atau Bundo Kanduang.
Menurut adat
Minangkabau, segala sesuatu yang akan dilaksanakan dalam satu lingkungan
kaum atau persukuan selalu melalui musyawarah dan mufakat.
Dalam
musyawarah tersebut kaum wanita mempunyai hak suara dan berpendapat sama
dengan laki-laki. Bahkan suara dan pendapat wanita menentukan lancar
atau tidaknya pekerjaan tersebut. Misalnya, dalam upacara pernikahan
belum dapat dilaksanakan jika belum mendapat persetujuan dari kaum
wanita atau kaum ibu. Demikian pula dalam memberikan gelar penghulu
dalam suatu kaum,baru dapat diresmikan apabila semua ibu dalam kaum
tersebut menyetujuinya.
Di samping itu penggunaan harta pusaka
seperti menggadai, atau hibah dapat dilakukan tetapi harus mendapat
persetujuan dari seluruh wanita anggota kaumnya. Penggunaannya pun untuk
kepentingan bersama, misalnya untuk biaya upacara kematian, biaya
upacara perkawinan anak perempuan dan untuk memperbaiki rumah gadang
(rumah adat).
Sifat-sifat yang harus dimiliki oleh Bundo
Kanduang,adalah :
Sesuai dengan
tugas ibu sebagai pengantara keturunan dan mendidik anak-anak yang
dilahirkannya, menurut adat Minangkabau seorang ibu harus memiliki sifat
kepemimpinan dan ibu sejati.
Hal ini penting karena ibu tempat bertanya, ditiru dan menjadi teladan lingkungan keluarganya.
Sifat
yang herus dimiliki oleh Bundo Kanduang tidak jauh berbeda dengan sifat
pemimpin adat Minangkabau atau penghulu, antara lain:
1.
Dalam pergaulan sehari-hari Bundo Kanduang harus mencerminkan
sifat-sifat baik dalam berkata, bertingkah laku serta dalam perbuatan.
Dia harus menjauhi sifat pendusta, sebaliknya selalu berpihak dan
menegakkan kebenaran.
2. Mendidik lingkungannya dengan memberi contoh, perbuatan yang jujur, baik dalam berkata-kata, berbicara maupun bertindak.
3. Dapat
mengetahui dan membedakan hal yang benar dan yang salah, mengetahui
untung dan rugi pada waktu akan melakukan pekerjaan dan mengambil suatu
keputusan.
Oleh karenanya seorang ibu harus mempunyai
pengetahuan, sekurang-kurangnya pengetahuan tentang agama, pendidikan
maupun bidang kewanitaan yang sangat berguna dalam berumahtangga. Untuk
mengikuti pergaulan di lingkungan kampung dan nagarinya perlu juga
mempunyai pengetahuan tentang adat istiadat dan situasi nagarinya.
4. Menurut
adat Minangkabau seorang wanita harus pandai berbicara dalam arti fasih
mengucapkan kata-kata dan enak didengar. Kepandaian berbicara atau
berkata-kata ini sangat perlu bagi pendidikan di dalam rumah tangga,
keluarga maupun di lingkungan kaumnya karena merupakan sarana untuk
memberikan bimbingan kepada masyarakat, terutama bagi sesama kaum wanita
dan anak-anak.
5. Mempunyai sifat rasa malu dalam dirinya
sehingga akan mencegah perbuatan yang melanggar adat dan menyimpang dari
hukum yang berlaku. Rasa malu merupakan benteng bagi wanita karena
dapat menjauhkan sifat dan perbuatan tercela. Menurut adat Minangkabau
sifat malu merupakan peran utama dalam kehidupan kaum wanita. Sebaliknya
jika kehilangan rasa malu akan membahayakan kehidupan rumahtangga,
bahkan membahayakan masyarakat.
Selain kelima sifat
tersebut, seorang wanita harus dapat menjaga nama baik agar tetap
disebut wanita sejati. Bundo Kanduang harus berhati-hati dalam tingkah
laku dan perbuatan, misalnya dalam pergaulan dengan laki-laki, cara
berpakaian, makan, minum, berbicara dan sebagainya. Mengingat pentingnya
kedudukan dan fungsi wanita di dalam kehidupan, maka anak perempuan
sangat diutamakan, namun bukan berarti bahwa adat Minangkabau tidak
memerlukan keturunan laki-laki. Keduanya merupakan dua kesinambungan dan
saling mendukung.
Seorang ibu di Minangkabau mempunyai kewajiban sebagai pemimpin dalam rumahtangga maupun kaumnya antara lain:
Menuruik alua nan luruih
Manampuah jalan nan pasa
Mamaliharo harato pusako
Mamaliharo anak dan kemenakan
Dalam
bahasa Indonesia artinya: Mengikuti aturan yang telah digariskan
/Melalui jalan yang biasa ditempuh / Memelihara dan menjaga harta pusaka
/ Memelihara anak dan kemenakan.
Dengan demikian kewajiban ibu
adalah mentaati semua aturan dan ketentuan adat maupun peraturan di
dalam nagAri yang sudah diputuskan dengan mufakat oleh para pemimpin dan
pemangku adat. Sebagai contoh dalam pelaksanaan perkawinan, kematian
dan bidang kemasyarakatan lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari hendaknya
selalu dilandasi oleh alur dan patut, yaitu melalui jalan yang
dibenarkan oleh adat dan agama, serta yang lazim ditempuh orang.
Harta
pusaka seperti sawah, ladang, saluran air, tepian mandi, jalan, tanah
perkuburan dan lain-lain harus dipelihara jangan sampai habis atau
berpindah tangan ke kaum atau nagari lain. Wanita berkewajiban melarang
kaum laki-laki menggadaikan harta pusaka untuk kepentingan di luar
ketentuan adat, apalagi menjualnya. Harta pusaka ini harus dijaga
keutuhannya karena kelak dapat diteruskan kepada generasi berikutnya.
Kewajiban
paling utama bagi Bundo Kanduang di Minangkabau adalah memelihara anak
dan kemenakan, yakni anak-anak dari saudara perempuan suaminya.
Memelihara anak dan kemenakan mempunyai ruang lingkup yang luas, yang
pada pokoknya menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat yang mungkar
atau jahat. Sebagai ibu mempunyai tugas merawat, membimbing, mendidik
anak-anaknya sedangkan terhadap kemenakannya berkewajiban membimbing;
memberi bantuan serta memperhatikan pendidikannya.
Pakaian Adat Bundo Kanduang
Pakaian
adat Bundo Kanduang di Minangkabau pada hakekatnya sama, tidak terdapat
perbedaan yang tajam antara luhak (daerah asal) dengan daerah rantau.
Perbedaan hanya terlihat pada bentuk variasi dan hiasannya saja.
Seorang wanita yang diangkat sebagai Bundo Kanduang merupakan wanita yang memegang peranan dalam kaum atau sukunya.
Tidak
semua wanita di Minangkabau dianggap Bundo Kanduang karena harus
memenuhi kriteria dan persyaratan seperti uraian di atas. Sehubungan
dengan itu pakaian Bundo Kanduang dalam upacara-upacara adat mempunyai
bentuk-bentuk tertentu dan berbeda dengan wanita lainnya.
Pakaian
Bundo Kanduang mempunyai bermacam-macam variasi, seperti yang terdapat
di beberapa daerah di Minangkabau, namun mempunyai persamaan yang
merupakan satu kesatuan.
Adapun pakaian Bundo Kanduang menurut adat yang lazim.:
1. Tengkuluk
Bagian
kepala seorang wanita yang telah diangkat sebagai Bundo Kanduang pada
waktu menghadiri upacara adat harus ditutup. Penutup kepala ini disebut
tengkuluk yang dipakai dengan cara tertentu sehingga bentuknya
menyerupai tanduk kerbau.
Tutup kepala tersebut dibuat dari
selendang tenunan Pandai Sikek. Di beberapa daerah terdapat beberapa
cara memakainya sehingga bentuknya pun bervariasi. Di Kabupaten Agam
ujungnya runcing, di Payakumbuh ujung pepat, di daerah Lintau Kabupaten
Tanah Datar tanduknya bertingkat dan lain-lain.
2.Baju kurung
Baju
yang dipakai oleh Bundo Kanduang dalam upacara adat disebut baju kurung
yang melambangkan bahwa ibu tersebut terkurung oleh undang-undang yang
sesuai dengan agama dan adat di Minangkabau. Baju kurung ini diberi
hiasan sulaman benang emas dengan motif bunga kecil yang disebut tabua
atau tabur. Warna baju kurung bermacam-macam menurut darah
masing-masing, seperti hitam, merah tua, ungu atau biru tua. Pada lengan
kiri, kanan atau pinggir bagian bawah baju diberi jahitan tepi yang
disebut minsia, melambangkan bahwa Bundo Kanduang harus selalu berhati
lapang, sabar menghadapi segala persoalan. Sedangkan hiasan tabur
melambangkan kekayaan alam Minangkabau, warna hitam melambangkan Bundo
Kanduang tahan tempa, tabah dan ulet, warna merah melambangkan
keberanian dan tanggung jawab.
3. Kain sarung atau kodek
Kain
sarung yang dipakai oleh Bundo Kanduang dibuat dari kain balapak atau
songket tenunan Pandai Sikek, Padang Panjang. Kain sarung ini berhiaskan
benang emas atau perak dengan motif bunga, daun atau garis-garis
geometris. Sedangkan tepinya dihiasi motif pucuk rebung. Kain sarung
dipakai sebatas mata kaki melambangkan bahwa Bundo Kanduang harus
mempunyai rasa malu, kesopanan, ketaatan beragama tetapi mudah
melangkah. Hiasan tabur pada kain serung melambangkan pengetahuan Bundo
Kanduang sebanyak bintang di langit, motif pucuk rebung melambangkan
inisiatif dan gerak dinamis masyarakat Minangkabau.
4. Salendang
Setelah
memakai baju kurung, di atas bahu kanan dipakai salendang atau
selempang dari kain songket yang disebut kain balapak buatan Pandai
Sikek. Cara memakainya di selempangkan dari bahu kanan ke bawah tangan
kiri, melambangkan tanggung jawab yang dibebankan di pundak Bundo
Kanduang, yang harus dilaksanakan dengan baik.
Sebagai pelengkap
pakaian adat Bundo Kanduang antara lain selop atau sandal, kampie yaitu
sejenis kantung kacil terbuat dari kain beludru sebagai tempat sirih
pinang. Sebagai perhiasan antara lain kalung dan gelang. Kalung Bundo
Kanduang ada beberapa macam, yaitu kalung cekik leher, kalung kaban,
kalung rago-rago dan kalung panjang.
Leher sebagai lambang
kebenaran akan tetap berdiri teguh dan sebagai pernyataan tetap
menegakkan kebenaran dilambangkan dengan memberi hiasan kalung. Kalung
juga melambangkan bahwa semua rahasia dikumpulkan oleh Bundo Kanduang
dan sebagai pengatur ekonomi maka perlu menyimpan harta dalam bentuk
emas yang sukar dihabiskan.
Selain kalung, hiasan lainnya adalah
gelang, yaitu gelang gadang atau besar, gelang rago-rago dan gelang
kunci manik. Pemakaian gelang melambangkan semua yang dikerjakan Bundo
Kanduang harus dalam batas-batas tertentu, menjangkau ada batasnya,
melangkahkan kaki juga ada batasnya.
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa Bundo Kanduang merupakan figur ibu sejati yang sangat
diharapkan dan sangat berperan dalam masyarakat Minangkabau. Tidak semua
wanita atau semua ibu mempunyai predikat Bundo Kanduang karena harus
memiliki beberapa kriteria dan persyaratan tertentu yang digariskan
menurut agama dan adat Minangkabau. Sebaliknya kaum ibu yang disebut
Bundo Kanduang sangat dihormati dan dimuliakan. Kedudukan dan peranannya
dalam adat sangat besar. Karena status tersebut, Bundo Kanduang
mempunyai batas-batas yang digariskan oleh adat dalam berbuat, bertindak
dan bertingkah laku. Gambaran Bundo Kanduang ini diwujudkan pula dalam
pakaian adat yang dipakai dalam upacara tertentu, yang penuh dengan
lambang dan makna.
Hal
ini perlu diketahui oleh generasi muda, agar indak lakang dek paneh dan
indak lapuk dek hujan, mencintai nilai – nilai adat dan budaya
minangkabau, merupakan asset mempersatukan Bangsa Indonesia.
0 comments:
Posting Komentar