"WADAH MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI UNTUK KALANGAN SENDIRI"
Jika ada saran-saran sampaikan melalui email : pepenaditama@rocketmail.com

Sabtu, 24 Mei 2014

Peusijuek(tepung tawari) pada masyarakat Aceh



Pada masyarakat di Nanggroe Aceh Darussalam, adat istiadat telah memberikan tempat yang istimewa dalam perilaku sosial dan agama. Hal ini dibuktikan dengan ungkapan “Hukom ngon Adat Hanjeut cre Lagee zat Ngon Sifeut”. artinya adat dengan hukum syariat Islam tidak dapat dipisahkan (sudah menyatu) seperti zat dengan sifatnya. Diumpamakan seperti kuku dengan daging, sehingga kaidah Islam sudah merupakan bagian daripada adat.




Akan tetapi adat istiadat Aceh yang bernafaskan Islam sebelumnya banyak terdapat pengaruh Hindu. Hal ini terlukiskan pada zaman dahulu tatkala Aceh sebagai tempat persinggahan lalu lintas pelayaran internasional, dalam rangka hubungan perdagangan bahkan ada yang sampai menetap di Aceh.
Masuknya pengaruh Hindu ke dalam kebudayaan dan adat istadat Aceh, disebabkan karena pernah terjadi suatu hubungan yang luas antara Aceh dan India pada masa lampau. Sehingga ada beberapa kepercayaan dari masyarakat Aceh seperti peusijuek (tepung tawari), upacara boh gaca, (memberi inai), kanduri blang (syukuran ke sawah), upacara peutron aneuk (turun anak) dan lain-lain dianggap bagian dari unsur budaya Hindu yang tidak pernah luntur dalam kehidupan masyarakat Aceh saat ini. Namun sejak masuknya Islam ke bumi Serambi Mekkah, upacara / kepercayaan tersebut telah disesuaikan dengan nuansa keIslaman. Segala sesuatu pekerjaan dimulai dengan bismillah dan doa selamat serta shalawat nabi.
Upacara Peusijuek disebut juga tepung tawari. Pada masyarakat Aceh upacara ini dianggap upacara tradisional simbolik dari permohonan keselamatan, ketentraman, kebahagiaan, perestuan dan saling memaafkan. Hampir sebahagian adat Aceh adanya prosesi upacara peusijuek. Seperti upacara perkawinan, sunat rasul, peusijuek meulangga (perselisihan), peusijuek pada bijeh (tanam padi),peusijuek rumah baroe (rumah baru), peusijuek peudong rumoh (membangun rumah), peusijuek keurubeuen (hari raya kurban), aqiqah anak, peusijuek kenderaan (roda dua dan empat), peusijuek jak haji (naik haji), peusijuek puduk batee jeurat (pemasangan batu nisan bagi yang telah meninggal). Peusijuek Juga di lakukan tatkala adanya pergantian seorang pemimpin dari perangkat desa sampai gubernur bahkan setiap ada tamu kebesaran daerah juga adanya prosesi upacara peusijuek.
Biasanya dalam pelaksanaan upacara peusijuek dihadirkan seorang Tengku (ulama) atau atau orang yang dituakan (Majelis adat) sebagai pemimpin upacara. Hal ini dilakukan karena dianggap peusijuek yang dilakukan salah satu unsur tersebut memperoleh keberkatan dan setelah selesai upacara peusijuek adakalanya diiringi dengan doa bersama yang dipimpin oleh Tengku untuk mendapat berkah dan rahmat dari Allah SWT.
Peusijuk menggunakan beberapa bahan yang memiliki makna tersendiri dalam adat peusijuk tersebut, seperti :
• Campuran air dan tepung tawar yang bertujuan agar sesuatu yang terkena percikan air tersebut tetap dalam kesabaran dan ketenangan. Seperti air campuran tersebut yang terus terasa dingin.
• Beras dan padi yang bertujuan agar dapat subur, makmur, semangat. Seperti taburan beras padi yang begitu semarak berjatuhan.
• Dedaunan yang dipakai untuk peusijuk, yaitu on manek, manou dan naleung sambo yang bertujuan melambangkan suatu ikatan yang terwujud dalam kesatuan hidup bermasyarakat. Seperti beberapa jenis dedaunan yang berbeda yang bersatu dalam suatu ikatan.
• Ketan yang bermakna sebagai lambang persaudaraan. Seperti halnya ketan yang selalu melekat dengan bahan lainnya.

0 comments:

Posting Komentar