Pada masyarakat di Nanggroe Aceh
Darussalam, adat istiadat telah memberikan tempat yang istimewa dalam perilaku
sosial dan agama. Hal ini dibuktikan dengan ungkapan “Hukom ngon Adat
Hanjeut cre Lagee zat Ngon Sifeut”. artinya adat dengan hukum syariat Islam
tidak dapat dipisahkan (sudah menyatu) seperti zat dengan sifatnya.
Diumpamakan seperti kuku dengan daging, sehingga kaidah Islam sudah merupakan
bagian daripada adat.
Akan tetapi adat istiadat Aceh yang
bernafaskan Islam sebelumnya banyak terdapat pengaruh Hindu. Hal ini terlukiskan
pada zaman dahulu tatkala Aceh sebagai tempat persinggahan lalu lintas
pelayaran internasional, dalam rangka hubungan perdagangan bahkan ada yang
sampai menetap di Aceh.
Masuknya pengaruh Hindu ke dalam
kebudayaan dan adat istadat Aceh, disebabkan karena pernah terjadi suatu
hubungan yang luas antara Aceh dan India pada masa lampau. Sehingga ada
beberapa kepercayaan dari masyarakat Aceh seperti peusijuek (tepung
tawari), upacara boh gaca, (memberi inai), kanduri blang (syukuran
ke sawah), upacara peutron aneuk (turun anak) dan lain-lain
dianggap bagian dari unsur budaya Hindu yang tidak pernah luntur dalam
kehidupan masyarakat Aceh saat ini. Namun sejak masuknya Islam ke bumi Serambi
Mekkah, upacara / kepercayaan tersebut telah disesuaikan dengan nuansa keIslaman.
Segala sesuatu pekerjaan dimulai dengan bismillah dan doa selamat serta
shalawat nabi.
Upacara Peusijuek disebut
juga tepung tawari. Pada masyarakat Aceh upacara ini dianggap upacara
tradisional simbolik dari permohonan keselamatan, ketentraman,
kebahagiaan, perestuan dan saling memaafkan. Hampir sebahagian adat Aceh adanya
prosesi upacara peusijuek. Seperti upacara perkawinan, sunat
rasul, peusijuek meulangga (perselisihan), peusijuek
pada bijeh (tanam padi),peusijuek rumah baroe (rumah
baru), peusijuek peudong rumoh (membangun rumah), peusijuek
keurubeuen (hari raya kurban), aqiqah anak, peusijuek
kenderaan (roda dua dan empat), peusijuek jak haji (naik
haji), peusijuek puduk batee jeurat (pemasangan batu nisan
bagi yang telah meninggal). Peusijuek Juga di lakukan tatkala
adanya pergantian seorang pemimpin dari perangkat desa sampai gubernur bahkan
setiap ada tamu kebesaran daerah juga adanya prosesi upacara peusijuek.
Biasanya dalam pelaksanaan
upacara peusijuek dihadirkan seorang Tengku (ulama)
atau atau orang yang dituakan (Majelis adat) sebagai pemimpin upacara. Hal ini
dilakukan karena dianggap peusijuek yang dilakukan salah satu unsur
tersebut memperoleh keberkatan dan setelah selesai upacara peusijuek adakalanya
diiringi dengan doa bersama yang dipimpin oleh Tengku untuk
mendapat berkah dan rahmat dari Allah SWT.
Peusijuk menggunakan beberapa bahan
yang memiliki makna tersendiri dalam adat peusijuk tersebut, seperti :
• Campuran air dan tepung tawar yang
bertujuan agar sesuatu yang terkena percikan air tersebut tetap dalam kesabaran
dan ketenangan. Seperti air campuran tersebut yang terus terasa dingin.
• Beras dan padi yang bertujuan agar
dapat subur, makmur, semangat. Seperti taburan beras padi yang begitu semarak
berjatuhan.
• Dedaunan yang dipakai untuk
peusijuk, yaitu on manek, manou dan naleung sambo yang bertujuan melambangkan
suatu ikatan yang terwujud dalam kesatuan hidup bermasyarakat. Seperti beberapa
jenis dedaunan yang berbeda yang bersatu dalam suatu ikatan.
• Ketan yang bermakna sebagai
lambang persaudaraan. Seperti halnya ketan yang selalu melekat dengan bahan
lainnya.
0 comments:
Posting Komentar